-->

Pengertian zakat dan Macam-Macam Zakat


Zakat merupakan hal yang wajib di lakukan dalam islam zakan bayk macam zakat ada zakan yang dari sebagian harta kita , seperti mas, perak, padi, jagung, dan lainnya, intinya zakan adalah meluarkan sabagian harta yang kita miliki untuk orang miskin dan hukumnya wajib untuk di laksankan. nah di bawah ini beberapa penjelasan tentang zakat yang harus kita tulaikan.

1. Zakat Harta Milik Anak Kecil dan Harta Milik Orang Gila Para imam mujtahid telah ijma' bahwa zakat dengan syarat-syarat yang telah diketahui, adalah fardu hukumnya bagi orang Islam. Syarat-

syarat ter- sebut adalah:
a merdeka
b. dewasa (baligh)
c berakal sehat


Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam hal masalah wajib zakat pada harta milik anak kecil dan harta milik orang gila.
Imam Malik, imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal serta jumhurul ulama rahimahuillaah berpendapat wajib zakat pada harta milik anak kecil dan harta milik orang gila. Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara emas dan perak dengan barang-barang lainnya yang wajib dizakati.
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, Sufyan Ats-Tsauri, dan Auza'i bahwa mereka berkata, "Zakat tersebut wajib, tetapi baru dikeluarkarn sesudah anak kecil itu menjadi dewasa dan orang gila itu menjadi sembuh.”

     Abdullah bin Mas'ud radhiyallachu anhu berkata lagi. "Aku menghitung zakat yang wajib pada harta anak yatim. Apabila ia dewasa, aku memberitahukannya. Jika ia bersedia zakatnya dikeluarkan, namun jika ia tidak bersedia, zakat itu tidak dikeluarkan.
   Imam Abu Hanifah berkata, “Tidaklah wajib zakat pada harta milik anak kecil dan harta milik orang gila yang berupa emas, perak, dan binatang Akan tetapi. mereka wajib zakat berupa biji-bijian dan buah-buahan schagaimana juga wajib zakat fitrah.
Berkata Sibramah, "Sesungguhnya zakat pada harta milik anak keci hanya wajib pada harta yang terlihat saja dan tidak wajib pada emas dan perak.
    Telah berkata Al-Hasan, Sa'id Ibnul Musayyab, Abdullah bin Zshair An-Nakha'i, serta lainnya, Tidaklah wajib zakat pada seluruh harta milib anak kecil dan harta orang gila.
Ulama Hanafyyah berhujah dengan dalil-dali dari Al-Kitab (Al-Ounn Al-Karim), As-Sunah (Al-Hadis Asy Syarij, dan Ar-Ra'yu (logika) Adapun nash Al-Quran ialah firman Allah SWT:
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu mem- bersihkan dan meryucikan mereka." (QS. At-Taubah (9): 103)
 Yang dimaksud dengan membersihkan di sini tentulah membersihkan dari dosa, sedangkan anak-anak dan orang gila tidak mempunyai dosa.
 Adapun dalil-dalil As-Sunah, yaitu
a. Rasulullah SAW. bersabda:
“Diangkat pena (catatan dosa) dari tiga orung, yaitu dari: orang tidur hingga ia bangun anak-anak hingga ia ihtilan, dan orang gila hingg nd ia berakal (sehat).”
 (Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasa'i dan Al-Hakim. Menurut Al-Hakim hadis ini sahib) b. Muhammad bin Hasan berkata dalam Al-Autsaar, -Abu Hanifah telb menceritakan kepada kami, dari Laits bin Abi Sulaim dari Mujahid dari Ibnu Mas ud, ia berkata :
“Tidaklah ada zakat pada harta milik anak yatim."
 Demikian pula diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a
Adapun dalam hal Ar-Ra yu (logika), terdapat beberapa argumen :
1. Zakat merupakan ibadah, tentulah tidak wajib terhadap anak-anak sebagaimana halnya shalat dan puasa.
        Adapun tahgig-nya bah wa ibadah itu hanya wajib untuk ujian dan tidaklah ada artinya ujian terhadap anak-anak. Oleh karena itu, tidak wajib zakat bagi mereka
2. Para ulama telah bersepakat bahwa zakat itu membutuhkan niat pada saat menunaikannya, sedang salah satu syarat niat adalah baligh (dewasa) Jadi, tidaklah ada niat pada anak-anak sehingga mereka tidak diwajibkan ibadah. Kitab (Al Q
3. Demikian pula para ulama telah bersepakat mengenai syarat sempurna kepemilikan tentang wajib zakat, sedangkan milik anak-anak tidalk sempurna, dengan bukti bahwa tidak sah tabarru darinya.Jadi, dalam hal ini anak-anak disamakan seperti Mukatab.
Kebanyakan ulama yang berpendapat tentang wajib zakat pada harta anak-anak berhujjah dengan dalil As-Sunnah dan Qiyas.
     Adapun hadis yang dijadikan hujah oleh mereka ialah hadis riwayat At-Tirmudzi dari Amir bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya bahwa Rasulullah SAW berkhotbah di depan umum, beliau bersabda:
Artinya
   “Ketahuilah, barangsiapa yang menjadi wali anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia putarkan (perniagakan) hartanya, dan jangan membiarkannya ng gila hing hingga dimakan oleh zakat”
     Dalam hadis ini, Nabi SAW memerintahkan kepada orang-orang yang menjadi walinya anak yatim supaya memutarkan atau memperniagakan harta milik anak yatim agar mendapatkan keuntungan. Nabi SAW. melarang membiarkan harta tersebut tanpa diputarkan atau diperniagakan sehingga akan berkurang oleh zakat jika dibiarkan begitu saja. Tentu tidak diragukan lagi bahwa zakat akan memakan harta itu, yaitu dengan sebab mengeluarkan zakatnya, sebagaimana diriwayatkan secara mauquf kepada Umar r.a Mengeluarkan sedekah (sunah) dari harta anak yatim tidak dibolehkan, kecuali d, An-Nas adis ini Hanifah
dalam hal yang waujib saja, yaitu zakat, karena si wali tidak diperkenankn ber-tabarru' dengan harta milik anak kecil.
     Adapun qiyas , mereka berkata , " Telah wajib usyr ( 10 % ) pada biji - bii milik anak - anak , maka tentulah wajib 2,5 % ( rubbu usyr ) pada emas dan perak milik mereka, dengan alasan bahwa pada masing-masing harta tersebut kewajiban yang berkaitan dengan harta. Dengan demikian wajiblah bagi anak anak untuk mengeluarkannya jika sudah pasti dan tidak perlu menangguhkanr hingga ia dewasa. Zakat itu serupa dengan mahar (mas kawin), nafkah, harg (nilai) barang yang dirusakkan dan lain-lain. Tidak ada seorang pun mengatakan bahwa kewajiban-kewajiban itu ditangguhkan sampai si anak meningka dewasa, Jika demikiam halnya, tentulah zakat pun demikian pula. Bagaimana? Padahal ulama Hanafyyah sudah mewajibkan usyr pada harta milik anak.  anak (herupa biji-bijian dan buah-buahan) dan zakat fitrah.
          Kebanyakan ulama pun mengatakan bahwa zakat adalah hak bagi hamba Allah SWT. berdasarkan nash AL-Quran dan adanya ijma’
Adapun nash, yaitu Allah SWT. berfirman :
Artinya
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir."
(QS. At-Taubah (9):60)
   Dan firman-Nya lagi:
 Artinya
Pada harta-harta ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskn yang tidak meminta." (QS. Adz-Dzaariyat (51); 19)
ham u Lam ihtishalh memberikan pengertian miik, jika yang dimaksudkan lam ter- sebut dapat memiliki Adapun ijma', karena si muzakki (wajib zakat) jika telah ber-tabarri kepada orang-orang fakir dengan seluruh hartanya dan tidak meniatkanna untuk zakat. Hal demikian itu telah melepaskannya dari kewajiban zakat denga ijma' (sepakat para ulama). Apabila zakat itu hanyalah ibadah semata, tentu tidak sah tanpa niat. Kesimpulan yang dapat kami ajukan adalah kami merasa keberatan ter-h hadap pendapat ulama Hanafiyah mengenai dalil pertama yang mereka ajukan.
  • Label

Alasan membersihkan itu tidak hanya khusus dengan menghilangkan dosa, retapi mencakup juga pendidikan akhlak serta membiasakan jiwa pada rbuatan-perbuatan yang utama. Seandainya hanya dikhususkan dengan menghilangkan dosa, tentulah nash mengenainya akan melihat keadaannya si muzakki. Akan tetapi, hal ini tidak mengakibatkan bahwa zakat tidak wajib kecuali pada orang yang mempunyai dosa. Paling tidak, dapat dikatakan bahwa di antara hikmah zakat adalah menghilangkan dosa. Akan tetapi, apakah jika tidak ada dosa, tidak wajib zakat?
       Sungguh, tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa tidak adanya sesuatu dengan sebab tertentu menyebabkan tidak adanya hukum karena masih mungkin ada sebab lain. Para ulama telah ijima' bahwa zakat mempunyai sebab yang lain (selain membersihkan), yaitu memenuhi kebutuhan oran fakir, sebagaimana telah diisyaratkan pada ayat-ayat yang lalu (QS. 9: 60 dan QS. 51 : 19). Jadi, jelaslah bahwa membersihkan itu bukanlah satu-satunya sebab
      Adapun tentang hadis yang pertama juga memiliki maksud yang sama yaitu menghilangkan dosa dan hukuman di akhirat kelak. Jika mereka mengatakan bahwa mengangkat dosa menghendaki adanya kewajiban, kami mengatakan bahwa hadis itu mengatakan memang betul diangkatnya catatan dosa pada anak-anak, namun, wajibnya zakat pada mereka adalah pada harta miliknya dan walilah yang bertanggung-jawab menunaikannya dengan cara menqiyaskan pada usyr, zakat fitrah, dan nilai harga yang dirusakkan atau dihilangkarn
     Demikian pula hadis yang mereka riwayatkan dari Laits dari Mujahid dari Ibnu Mas'ud. Menurut pendapat ahli hadis bahwa Laits adalah dhaif Berkata Al-Baihaqi, "Ahli ilmu telah men-dhaif-kan Laits."
    Adapun tentang riwayat Ibnu Abbas r.a., Al-Kamal berkata, "Pada riwayat itu terdapat Ibnu Lahi'ah, dan hanya ia sendiri yang meriwayatkan nya. Padahal mengenai Ibnu Lahi'ah telah berkali-kali diterangkan bahwa dia adalah dhaif dan orang tidak berhujah menggunakan hadisnya."
    Adapun tentang dalil logika (Ar-Ra yu) yang pertama, betul bahwa ibadah hanya untuk ujian semata-mata jika ibadah itu bersifat badaniah yang dikerjakan oleh orang itu sendiri. Akan tetapi ibadah pun memberi keluasan dan menutupi hajatnya orang fakir, jika ibadah itu maaliyyah yang ditunaikan dari harta yang wajib dikeluarkan meskipun dengan cara perwakilan (oleh wali)
     Yang kedua, bahwa niat tidak diwajibkan kepada anak-anak, teta diwajibkan terhadap wali mereka ketika menunaikan pengeluaran zakat it.
    Keberatan kami pada dalil Ar-Ra yu yang ketiganya, yaitu karena milik sempurna juga dimiliki oleh anak-anak. Adapun tidak sahnya tabarru darinya bukan karena kekurangan pada miliknya, melainkan karena anak kecil belum memahami cara-cara yang bermanfaat. Dengan demikian meng-qiyas-kannya kepada mukatab adalah fasid, karena larangan kepada mukatab bukan karena tidak boleh tabarru, melainkan karena ia masih berutang dengin bagian bagian badat kitabah, juga karena miliknya dengan berdasarkan tangan safa karena adanya keragu-raguan antara milik dan tidak tetapnya.
    Adapun kesimpulan kami terhadap pendapat kebanyakan ulama tentang hadis yang mereka gunakan sebagai hujjah adalah hadis itu riwayat Matsha bin Sabalh, sedang riwayatnya dhaif.
    Akan tetapi, An-Nawawi mengatakan bahwa Asy-Syafi'i dan Al-BaihaqiMuhalla, A telah meriwayatkan hadis tersebut dengan sanad-sanad yang sahih dari Yusuf bin Mahik At-Tabi'i dari Baginda Nabi SAW, secara mursal. Imam Asy-Syan'i telah menguatkan hadis musrsal tersebut dengan keumuman hadis-hadis sahih yang datang serta mewajibkan zakat pada semua harta orang Islam, jua dengan hadis yang diriwayatkannya dari para sahabat mengenai hal itu
     Adapun qiyas pada usyr, fithrah, nafagah, dan yang serupanya, sebagiannya itu lebihi terlihat pada makna belanja dan sebagian lainnya sama sekali tidak ada makna ibadah. Padahal zakat merupakan semata-mata ibadah atau Icbih memperlihatkan makna ibadah karena yang dimaksudkan dari zakat adalah mensyukuri nikmat yang telah di anugerahkan Allah SWT. atas nikmat Nya, dan menguji hamba dengan keberatan itu (bersyukur). Dengan demikian zakat tidak dapat disamakan dengan kewajiban maaliyah itu.
   Sekarang Anda dapat membanding-bandingkan dalil-dalil dari kedua belah pihak. Dengan kembali pada tujuan yang diinginkan dari diberlakukannya zakat, yaitu untuk menutupi kebutuban orang fakir, memelihara harta dari rasa iri hati orang-orang fakir, membersihkan dan menyucikan jiwa serta melatihnya untuk tolong-menolong dan bersifat dermawan, tentulah
Anda dapat apabila pemilikn merasakan kuatnya pendapat yang mewajibkan zakat pada harta milik anak kecil, dan hikmah zakat itu bukan hanya tersimpul pada makna ujian saja sehingga ia dijadikan dasar untuk menentukan wajib atau tidaknya zakat

Kami hampir tidak bisa membedakan antara apa yang diisyartkan oleh
firman Allah SWT

Artinya
“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). " (QS. Al-An'am (6) 141)
dengan firman Allah SWT
 Artinya:
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta." (QS. Adz-Dzaariyat (51) 19)
yaitu, pada perbedaan antara zuru dan amwaalul mujarah.
Mereka berkata, "Yang pertama mengandung makna belanja sedangkan yang kedua tidak demikian." Pada dasarnya tidak ditemukan apa yang membenarkannya. Oleh karena itulah, telah berkata Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, "Apa bedanya antara zakat biji-bijian, buah-buahan, dan antara suf zakat binatang, emas, dan perak? Jika ada orang membalikkan kata mereka affi maka mewajibkan zakat pada emas keduanya, perak keduanya, binatang adis keduanya dan menggugurkannya biji-bijian keduanya dan buah-buahan keduanya. ugaApakah ada perbedaan fasid-nya antara kedua keputusan itu?"

wallahua'lam

0 Response to "Pengertian zakat dan Macam-Macam Zakat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel